- A. Peserta didik dan Pendidik
Pada hakikatnya aktivitas pendidikan selalu berlangsung dengan
melibatkan pihak-pihak sebagai aktor penting yang ada di dalam aktivitas
pendidikan tersebut. Aktor penting itu oleh Noeng Muhadjir (1994)
disebut sebagai subjek yang menerima di satu pihak dan subjek yang
memberI di pihak yang lain dalam suatu interaksi pendidikan. Subjek yang
memberi disebut pendidik, sedang subjek yang menerima disebut peserta
didik
- 1. Peserta didik
- Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok peserta didik umumnya
merupakan sosok anak yang mernbutuhkan bantuan orang lain untuk bisa
tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan. la adalah sosok yang selalu
mengalami perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan –
perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari Imam Bamadib, 1995). Istilah
peserta didik pada pendidikan formal di sekolah jenjang dasar dan
menengah misalnya, dikenal dengan nama anak didik atau siswa; pendidikan
di pondok pesantren menyebut peserta didik dengan istilah santri, dan
pendidikan di dalam keluarga disebut dengan istilah anak. Namun
pendidikan pada lembaga nonformal tertentu seperti kelompok belajar
paket C atau lembaga kursus, peserta didik bisa terdiri dari para orang
tua.
Menurut Sutari Imam Bamadib (1995) peserta didik sangat tergantung
dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan
kedewasaan. Sebagai anak, peserta didik masih dalam kondisi lemah,
kurang berdaya, belum bisa mandiri, dan serba kekurangan dibanding orang
dewasa; namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi
luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.
Peserta didik adalah memiliki motivasi, hasrat, ambisi, ekspresi,
cita- cita, mampu merasakan kesedihan, bisa senang dan bisa marah
sehingga ia adalah persona.
Ciri peserta didik adalah:
- individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas.
- individu yang sedang berkembang.
- individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi,
- individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Keempatnya merupakan justifikasi indikasi keunikan peserta didik
sebagai persona yang multidimensional Peserta didik memiliki dimensi
individualitas, sosialitas, religiusitas, historisitas, dan moralitas.
Pada diri peserta didik terdapat kodrat yang meliputi kedudukan kodrat,
susunan kodrat, dan sifat kodrat. Pada aspek jiwa terdapat aneka
kecerdasan yang disebut kecerdasan ganda (multiple intelligences),
yaitu: verbal intelligences, musical intelligences, spatial
intelligences, kinesthetical intelligences, logical-mathematical
intelligences, social intelligences, intrapersonal intelligences.
Sebagai manusia yang memiliki potensi kodrati, peserta didik
memungkinkan untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok makhluk yang
sempurna (a fully functioning person). Banyak teori yang menjelaskan
proses dan pentahapan pertumbuhan dan perkembangan pada diri peserta
didik. Setiap tahap merupakan masa peka (sensitiveperiods) terhadap
kebutuhan tertentu yang membutuhkan perlakuan tepat.
Perkembangan peserta didik berlangsung melalui tahap-tahap, yaitu:
1). masa permulaan; 2). masa penanjakan sampai kira-kira umur 25 tahun;
3). masa puncak masa hidup, pada umur 25 sampai 50 tahun; 4). masa
penurunan dan menarik diri dari kehidupan masyarakat; dan terakhir 5).
masa akhir kehidupan. Untuk itu, terdapat lima asas perkembangan pada
diri peserta didik: 1). tubuh anak selalu berkembang, 2). anak
dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, 3). anak membutuhkan pertolongan
dan perlindungan serta membutuhkan pendidikan untuk kesejahteraan, 4).
anak mempunyai daya berekspresi, 5). anak mempunyai dorongan untuk
mencapai emansipasi dengan orang lain.
Ada banyak teori dari para ahli yang menjelaskan faktor- faktor yang
mempengaruhi perkembangan peserta didik, yaitu: faham nativisme (faham
yang menitikberatkan pada faktor genotype), empirisme (faham yang
berorientasi pada lingkungan, dikenal dengan nama teori tabula rasa),
naturalisme (faham penentu perkembangan adalah alam), interaksionisme (
faham convergency yang menggabungkan faktor pembawaan in pengalaman).
Setiap diri peserta didik memiliki bakat dan minat. Bakat merupakan
suatu kelebihan yang dimiliki oleh peserta didik yang mengarah pada
aneka kemampuan. Bakat meliputi kemampuan: numerik, mekanik, berpikir
abstrak, relasi ruang, dan verbal. Sedangkan minat adalah keinginan yang
berasal dari dalam diri peserta didik terhadap objek atau aktivitas
tertentu. Minat seseorang secara vokasional berupa minat: profesional,
minat komersial, dan minat kegiatan fisik. Kepemilikan bakat dan minat
sangat berpengaruh pada prestasi hasil belajar peserta didik. Ada tiga
kelompok ciri keberbakatan, yaitu: (a) kemampuan umum yang tergolong di
atas rata-rata (above average ability); (b) kreativitas (creativity)
yang tergolong tinggi; dan (c) komitmen terhadap tugas {task commitment)
yang tergolong tinggi. Ciri- ciri peserta didik berbakat adalah: (1)
indikator intelektual, (2) indikator kreativitas, (3) indikator
motivasi.
- 2. Pendidik
Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang
lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. (Sutari Iman
Barnadib, 1994). Pendapat ahli lain mengatakan bahwa pendidik adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik (Umar Tirtarahardja dan La Sulo 1994). Pendidik
adalah orang yang dengan sengaja membantu orang lain untuk mencapai
kedewasaan (Langeveld). Penyebutan nama pendidik di beberapa tempat
memiliki sebutan yang berbeda. Pendidik di lingkungan keluarga adalah
orang tua dari anak-anak yang biasanya menyebut dengan sebutan ayah-ibu
atau papa-mama. Pada lingkungan pesantren biasanya disebut dengan
sebutan ustadz, kyai, romo kyai. Pada lingkungan pendidikan di
masyarakat penyebutan pendidik dengan istilah tutor, fasilitator, atau
instruktur. Pada lingkungan sekolah biasanya disebut dengan guru. Guru
adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah. Undang-Undang nomor
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Seseorang yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan
mempunyai Kriteria yang diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua
orang bisa menjadi pendidik kalau yang bersangkutan tidak bisa
menunjukkan bukti dengan criteria yang ditetapkan.
Dalam hal ini, Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo
(1995), syarat pendidik: 1). mempunyai perasaan terpanggil sebagai tugas
suci, 2). mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik, 3). mempunyai
rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya. Noeng Muhadjir
(1997): 1). memiliki pengetahuan lebih, 2). mengimplisitkan nilai dalam
pengetahuan itu, 3). bersedia menularkan pengetahuan beserta nilainya
kepada orang lain. Menurut para ahli, kompetensi yang harus dimiliki
guru: 1). kompetensi professional, 2). kompetensi personal, 3).
kompetensi sosial. Menurut UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, kompetensi guru: 1). kompetensi pedagogik, 2). kompetensi
kepribadian, 3). kompetensi sosial, dan 4). kompetensi professional.
Pendidik memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan
segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan
dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajaran.
Hakikat tugas guru berhubungan dengan pengembangan sumber daya
manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan
kejayaan kehidupan bangsa. Bila guru melakukan kesalahan maka dampaknya
walaupun tidak secara langsung akan terasa tidak kurang gawatnya
dibandingkan dengan dampak negatif dari kesalahan medis yang dilakukan
oleh dokter.
Praktik mendidik yang salah dilakukan guru disebut “mal-education”
atau “demagogie”. Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan tugas
guru:
- Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
- meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan;
- bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik;
- menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik guru, nilai-nilai agama dan etika,
- memelihara dan memupuk persatuan kesatuan bangsa.
Prinsip profesionalisme guru:
- Bahwa profesi guru merupakan profesi yang berdasarkan bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme;
- Menuntut komitmen tinggi terhadap peningkatan mutu pendidikan, iman taqwa dan akhlak mulia;
- Adanya kualifikasi akademik dan latarbelakang pendidikan yang relevan;
- Memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya di sekolah;
- Menuntut tanggungjawab tinggi atas tugas profesinya demi kemajuan
bangsa. Organisasi profesi guru di Indonesia antara lain PGRI (Persatuan
Guru Republik Indonesia), SGI (Serikat Guru Indonesia), PGII
(Persatuan Guru Independen Indonesia).
Organisasi profesi berfungsi:
- mempersatukan seluruh kekuatan guru dalam satu wadah;
- mengupayakan satu kesatuan langkah dan tindakan;
- melindungi kepentingan para anggotanya;
- melakukan pengawasan terhadap kemampuan para anggotanya serta
memotivasi para anggotanya untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya;
- menyusun dan melaksanakan program-program peningkatan kemampuan profesi-onal para anggotanya;
- melengkapi upaya pembinaan anggota melalui pengelolaan penerbitan
jurnal dan bacaan lainnya untuk peningkatan kemampuan profesional;
- melakukan tindakan sanksi terhadap anggotanya yang melanggar kode etik;
- melibatkan diri dalam uji kompetensi untuk menentukan bisa tidaknya
guru dinyatakan profesional dan layak menjadi guru di sekolah.
Kode etik guru:
- Berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila;
- Memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing;
- Mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik;
- Menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik baiknya bagi kepentingan anak didik;
- Memelihara hubungan baik dengan anggota masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan
pendidikan;
- Secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesionalnya;
- Menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam keseluruhan;
- Secara bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya;
- Melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
- B. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan ialah seperangkat sasaran ke mana pendidikan itu
diarahkan. Sasaran yang ingin dicapai melalui pendidikan memiliki ruang
lingkup sama dengan fungsi pendidikan. Wujud tujuan pendidikan dapat
berupa pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Sehingga tujuan
pendidikan bisa dimaknakan sebagai suatu sistem nilai yang disepakati
kebenaran dan kepentingannya yang ingin dicapai melalui berbagai
kegiatan, baik di jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Tujuan
pendidikan menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan,
‘Pendidikan nasional berupaya mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnyapotensipeserta didik
agar menjadi manusia yang beriman d
an bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga neg
ara yang demokratis serta bertanggung ja wab’.
Dalam kegiatan pendidikan, tujuan memiliki kedudukan dan fungsi yang
amat penting. Fungsi tujuan pendidikan adalah mengarahkan, memberikan
orientasi, dan memberikan pedoman ke arah mana pendidikan
diselenggarakan sebaik-baiknya. Beberapa ahli merumuskan tujuan
pendidikan, antara lain Crow and Crow bahwa tujuan pendidikan mendorong
anak didik untuk berfikir secara efektif, jernih, dan objektif di dalam
suasana yang bagaimana pun. MJ. Langeveld menyebut tujuan pendidikan
adalah terwujudnya manusia dewasa. Socrates menyebut tujuan pendidikan
adalah mengenali dirinya sendiri supaya dapat hidup dengan jiwa yang
sehat, susila, dan bahagia. Plato, tujuan pendidikan adalah mencapai
keadilan di dalam negara dengan pimpinan seorarig raja yang bijaksana.
Kohnstamm, tujuan pendidikan adalah menolong manusia yang sedang
berkembang, supaya ia dapat memperoleh perdamaian batin yang
sedalam-dalamnya, tanpa menjadi beban orang lain. John Dewey, tujuan
pendidikan adalah usaha atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan lain
yang lebih tinggi. Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah
tercapainya kesempurnaan hidup pada anak didik. Notonagoro, tujuan umum
pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan sempurna vakni dicapainya
kepuasan sepuas-puasnya yang tidal: menimbulkan keinginan lagi dan
bersifat kekal abadi.
Bangsa Indonesia telah beberapa kali berusaha memperbaiki upaya
penyelenggaraan pendidikan melalui perumusan tujuan pendidikan nasional.
Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut tertuang dalam peraturan
perundang-undangan yang telah dimiliki, mulai dari Undang- undang nomor 4
tahun 1950 sampai pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Dengan
mencermati beberapa rumusan I ujuan pendidikan nasional dapat diperoleh
beberapa catatan. Pertama, pada umumnya tujuan pendidikan nasional
dirumuskan secara idealis. Kedua, beberapa kali rumusan tujuan
pendidikan, selalu muncul indikasi sosok manusia yang susila atau
berbudi pekerti luhur, cakap atau terampil, dan bertanggung jawab adalah
ciri-ciri sosok manusia Indonesia yang dicita-citakan ingin diwujudkan
dalam. Ketiga, rumusan tujuan pendidikan disusun seiring dengan hasil
idealisasi kebutuhan masyarakat ketika rumusan dibuat.
Tujuan pendidikan pra-sekolah adalah membantu meletakkan dasar ke
arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang
diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya
dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Tujuan pendidikan dasar adalah memberikan bekal kemampuan dasar
kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi,
anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Tujuan pendidikan menengah:
- Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan.
perkembangan iptek;
- meningkatkan kemampuan sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan sekitarnya.
Tujuan pendidikan tinggi adalah:
- menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemahiran akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkar.
ngembangkan dan/atau menciptakan iptek;
- mengembangkan dan menyebarluaskan ipteks serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehk – masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional
- C. Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan
digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu (Sumitro, dkk,
2004). Alat pendidikan bisa berupa situasi yang diciptakan dan perlakuan
yang sudah dirancang ditujukan kepada peserta didik sehingga bisa
mendorong terwujudnya proses pendidikan yang efektif menuju pada
tercapainya tujuan pendidikan. Alat pendidikan berkaitan dengan tindakan
atau perbuatan pendidik. Oleh karena itu, alat pendidikan bisa
diartikan sebagai suatu situasi yang diciptakan dan perlakuan yang sudah
dirancang oleh pendidik yang ditujukan kepada peserta didik agar bisa
mendorong terwujudnya efektivitas proses pendidikan menuju tercapainya
tujuan pendidikan.
Dari segi bentuknya, alat pendidikan dibedakan dua macam (Sumitro, dkk, 2004).
- Perbuatan pendidik, yakni alat pendidikan yang berupa perlakuan
pendidik kepada peserta didik, sehingga tergolong sebagai piranti lunak
(software)). Alat ini dibedakan menjadi dua yaitu: mengarahkan
(directing)dan mencegah (preventing). Contoh mengarahkan: memberi
teladan, membimbing, memberi nasihat, menyuruh, memuji, dan memberi
hadiah. Sedangkan contoh mencegah: melarang, menegur, mengancam, dan
memberi hukuman.
- Benda-benda sebagai alat bantu pendidikan, sehingga merupakan
piranti keras (hardware). Contoh alat pendidikan berupa benda-benda
adalah: buku, gambar, alat permainan, alat peraga, alat laboratorium,
meja kursi, papan tulis, OHP, LCD, computer, dan lain-lain.
Dari segi sifatnya, alat pendidikan juga dibedakan menjadi dua,
yaitu: (a) preventif dan (b) kuratif. Alat yang bersifat preventifyaixu
alat yang bermaksud mencegah terjadinya hal- hal yang tidak dikehendaki
misalnya larangan, pembatasan, peringatan, bahkan juga hukuman.
Sedangkan alat yang bersifat kuratif yaitu. yang bermaksud memperbaiki
misalnya ajakan, contoh, nasihat, dorongan, pemberian kepercayaan,
termasuk juga saran.
- D. Lingkungan Pendidikan
- 1. Pengertian Lingkungan Pendidikan
Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala
benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidupa lainnya. Lingkungan dibedakan
menajdi lingkungan alam hayati, lingkungan alam non hayati, lingkungan
buatan dan lingkungan sosial. Sebagai contoh saat berada di sekolah,
lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta
karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis
tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan- hewan yang ada di
sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan
tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di
sekitar.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, menurut T.Sulistyono (1994) prinsip
ekologis memberikan bahan pemikiran agar kita memberikan kesempatan
supaya satuan pendidikan dapat hidup subur secara seimbang meliputi
semua komponennya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
secara efektif dan optimal. Secara umum, lingkungan yang berpengaruh
kuat terhadap pendidikan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : (1)
lingkungan fisik atau
alam sekitar, (2)
lingkungan sosio-kultural,(3)
lingkungan sosio-ekonomi, dan (4)
lingkungan teknologi dan informasi.
Untuk yang disebut pertama adalah berasal dari alam, sedang untuk
kedua dan ketiga berasal dari manusia atau masyarakat, adapun yang
disebut terakhir berasal dari teknologi dan informasi yang dibuat
manusia. Sebenarnya ada lagi yaitu lingkungan lain yang berwujud
ideologi, politik, dan hankam; namun ketiganya ini kurang berpengaruh
secara langsung. Baik ideologi, politik, dan hankam hanyalah faktor
pendukung tak langsung atau sebagai prekondisi dalam kegiatan proses
pendidikan. Oleh karena itu, keempat hal di atas yaitu lingkungan fisik,
sosio-kultural, sosio-ekonomi, serta teknologi dan informasi harus
diperhatikan dan diperhitungkan oleh pendidik dalam menjalankan proses
pendidikan.
Sedangkan lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbgai
factor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan.
Lingkungan pendidikan sebagai berbagai lingkungan tempat berlangsungnya
proses pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan sosial.
- 2. Jenis Lingkungan Pendidikan
a). Jenis Lingkungan Pendidikan
Mengacu pada pengertian lingkungan pendidikan seperti tertulis
diatas, maka lingkungan pendidikan dapat dibedakan atau dikategorikan
menjadi 3 macam lingkungan yaitu (1) lingkungan pendidikan keluarga; (2)
lingkungan pendidikan sekolah ; (3) lingkungan pendidikan masyarakat
atau biasa disebut tripusat Oleh KI Hajar Dewantara lingkungan ketiga
disebut sebagai perkumpulan pemuda.
Konsep tri pusat pendidikan istilah asal yang dicetuskan dari Ki Hajar Dewantara adalah “
tri sentra pendidikan “
yang mengacu kepada lingkungan pergaulan yang menjadi pusat pendidikan
bagi anak. Dalam konsep Ki Hajar Dewantara lingkungan pergaulan yang
dimaksud adalah alam keluarga,alam pergaulan( sekolah ), dan alam
pergerakan pemuda(masyarakat). Konsep tri pusat pendidikan sangat
menekankan akan pentingnya keterpaduan dan kebersamaan ketiga lingkungan
pendidikan sebagai satu kesatuan sistem pendidikan yang memberikan
pengalaman pendidikan kepada anak atau peserta didik. Upaya pendidikan
tidak cukup hanya disandarkan kepada sikap atau tenaga pendidik, akan
tetapi juga harus disertai suasana atau atmosfir yang sesuai dengan
tujuan pendidikan( Sunaryo Kartadinata dan Nyoman Dantes, 1997).
Lingkungan Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang utama yang
dialami oleh anak. Sejak adanya kemanusiaan sampai sekarang ini
kehidupan keluarga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti setiap
manusia. Pendidikan dalam lingkungan keluarga muncul karena manusia
memiliki naluri asli untuk memperoleh keturunan demi mempertahankan
eksistensinya. Oleh karenanya manusia akan selalu mendidik keturunannya
dengan sebaik – baiknya menyangkut aspek jasmani maupun rohani. Setiap
manusia mempunyai dasar kecakapan dan keinginan untuk mendidik anak –
anaknya, sehingga hakekat keluarga itu adalah semata – mata pusat
pendidikan, meskipun terkadang berlangsung secara amat sederhana dan
tanpa disadari, tetapi jelas bahwa keluarga memiliki andil yang terlibat
dalam pendidikan anak.
Mulai dari pendidikan kesosialan yang diperoleh di dalam keluarga,
nantinya anak bisa hidup baik di masyarakat. Kemampuan dan kemauan hidup
secara bersama, saling membantu, tolong – menolong, gotong – royong,
menjaga saudara yang sakit, menjaga ketertiban, kesehatan, kedamaian dan
kebersihan, dan segala urusan hidup secara bersama dalam masyarakat.
Kepentingan keluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya disebabkan
adanya kesempatan yang sebaik – baiknya untuk menyelenggarakan
pendidikan diri dan social, akan tetapi juga karena orang tua (ibu dan
ayah) dapat menanamkan segala jenis kehidupan batiniah di dalam jiwa
anak yang sesuai dengan kehidupan batiniah dirinya. Inilah hak orang tua
yang utama dan tidak boleh digantikan oleh orang lain. Apabila system
pendidikan dapat memasukkan alam keluarga ke dalamnya, maka orang tua
terbawa oleh segala keadaan pendidikan sehingga ia akan berperan sebagai
guru, sebagai pengajar, dan sebagai teladan.
Melalui pendidikan keluarga anak bukan saja diharapkan memiliki
pribadi yang mantap, mandiri dalam menjalani hidup dan kehidupannya,
namun juga dia diharapkan akan mampu menjadi warga masyarakat yang baik.
Melalui pendidikan keluarga anak disiapkan menjadi sosok manudsia yang
nantinya akan bisa hidup di masyarakat secara baik. Sehingga dalam hal
ini pendidikan keluarga bisa dikatakan sebagai
‘kawah Candra dimuka’ sebagai persiapan anak untuk kehidupan di masyarakat.
Oleh karena begitu pentingnya pendidikan keluarga serta begitu begitu
pokoknya kehidupan keluarga bagi anak, maka keluarga dapat dikatakan
memiliki banyak fungsi yang dirasakan oleh anak. Diantaranya adalah
fungsi
proteksi,rekreasi, inisiasi, sosialisasi dan
edukasi.
Fungsi proteksi
dalam arti anak di dalam keluarga selalu mendapat perlindungan,
perawatan, serta selalu dijaga dari gangguan keamanan yang mengancam
keselamatan jiwa dan raganya.
Fungsi rekreasi dalam arti anak
di dalam keluarga merrasa damai, tentram, gembira bersama dengan anggota
keluarga lainnya sehingga kehidupan keluarga menjadi sarana hiburan
bagi anak.
Fungsi inisiasi dalam arti anak diperkenalkan dengan
sejumlah nama – nama benda, binatang, orang yang ada disekitarnya.
Diperkenalkan dengan sejumlah famili, para tentangga, dan anggota
masyarakat lain.
Fungsi sosialisasi dalam arti anak diwarisi nilai – nilai, norma, kebiasaan, dan adat – istiadat yang dimiliki keluarga dan masyarakat. Sedangkan
fungsi edukasi
dalam arti anak diberi pengalaman belajar untuk bisa berkembang seluruh
daya dan potensinya sehingga nantinya akan menjadi sosok manusia yang
berkepribadian utuh.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang
pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang
bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat,
melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena di dalam lingkungan
ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian
dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam
pendidikan keluarga. Melalui pendidikan keluarga anak buka saja
diharapkan memiliki pribadi yang mantap, mandiri dalam menjalani hidup
dan kehidupannya, namun juga dia diharapkan akan mampu menjadi warga
masyarakat yang baik. Melalui pendidikan keluarga anak disiapkan menjadi
sosok manusia yang nantinya akan bisa hidup di masyarakat secara baik.
Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi:
- Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya.
- Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak.
- Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.
Pendidikan berfungsi:
- Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.
- Menjamin kehidupan emosional anak.
Keluarga Menanamkan dasar pendidikan
moral.
- Memberikan dasar pendidikan sosial.
- Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
Lingkungan Pendidikan Sekolah.
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam
keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam
keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, sekolah telah mencapai posisi yang
sangat sentral dan belantara pendidikan keluarga. Hal ini karena
pendidikan telah berimbas pola piker ekonomi yaitu efektivitas dan
efesiensi dan hal ini telah menjadi semacam ideology dalam proses
pendidikan di sekolah.
Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi:
- Tanggung jawab formal kelembagaan
- Tanggung jawab keilmuan
- Tanggung jawab fungsional
Fungsi Sekolah antara lain:
- Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
- Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
- Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti
membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang
sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
- Di sekolah diberikan pelajaran etika , keagamaan , estetika , membedakan moral.
- Memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan
menyampaikan warisan kebudayaan kepada generasi muda, dalam hal ini
tentunya anak didik.
Lingkungan Pendidikan Masyarakat
Selain kehidupan keluarga dan sekolah, anak juga mengalami kehidupan
di masyarakat. Kehidupan dalam masyarakat adalah kehidupan yang berbeda
dengan kehidupan keluarga dan sekolah. Dalam keluarga anak selalu
mendapat bimbingan, arahan, pengawasan, dan kasih sayang. Pada kehidupan
sekolah anak memperoleh bimbingan yang teratur, pendidikan disiplin,
pembentukan watak dan kecerdasan. Tetapi kehidupan di masyarakat adalah
kehidupan yang amat luas cakupannya. Aneka karakter manusia, aneka
situasi social, aneka wilayah, aneka informasi semuanya hampir
terbentang luas baik positif atau negative, baik atau buruk, saleh atau
jahat. Tentu lingkungan masyarakat yang baik adalah yang dapat mendorong
anak untuk bisa maju menjadi anak yang baik. Masyarakat yang baik
adalah masyarakat yang para warga di dalamnya mau belajar untuk semakin
menjadi lebih baik. Masyarakat yang mau tetap terus balajar demi menjadi
lebih baik adalah masyarakat pembelajar
(learning society).
Learning society adalah masyarakat yang selalu suka belajar
atau masyarakat pembelajar. Proses menjadikan masyarakat sebagai
masyarakat pembelajar bisa dicapai melalui berbagai cara termasuk di
dalamnya adalah melalui pendidikan formal (persekolahan bagi warganya).
Beberapa Negara berusaha menjadikan masyarakatnya menjadi masyarakat
belajar dengan melakukan upaya alternative seperti program pendidikan
untuk semua anggota masyarakat (education for all), mengimplementasikan
konsep pendidikan sepanjang hayat
(lifelong education), learning society, learning communities. Masyarakat pembelajar (
learning society)
menggambarkan masyarakat yang memiliki budaya baca, menulis, dan
bertanya, serta bermoral. Budaya yang demikian menunjukkan bahwa
masyarakat itu memiliki karakter bangsa dan terdidik. Masyarakat yang
demikian akan menghasilkan moral and etick (Frida Hanum 2005).
Lingkungan kehidupan masyarakat yang baik dapat mendorong anak untuk
berkembang pribadi kreativitasnya.
Bila masyarakat menilai tinggi kreativitas dan membiarkan anak – anak
mengembangkan ekspresi positifnya, maka akan mendorong tumbuhnya
kreativitas. Tindakan kreatif adalah tindakan yang menghasilkan sesuatu
yang baru
(novelty), efektif
(effectiveness), dan dapat diterima secara etis
(ethicality),(Cropley 2001).
Nilai kretivitas dan perilaku kreatif yang dihargai dan dijalankan
oleh sebagian besar warga masyarakat tersebut pada gilirannya menjaddi
iklim yang dapat mempengaruhi nilai – nilai dan tindakan kreatif
individu, yang dalam jangka panjang akan membentuk kepribadian
kreatifnya. Namun demikian, kepribadian kreatif yang dipengaruhi dan
dibentuk oleh iklim masyaraktnya itu sebenarnya tidaklah bersifat
given,
tetapi melalui proses yang pelan – pelan dan interaktif. Proses
perkembangan kepribadian kreatif berjalan melalui interaksi antara
kemampuan diri individu dengan pengaruh dan tantangan eksternal. Masing –
masing memiliki irama dalam mengoptimalkan kemampuan diri dan merespon
lingkungan.
Orang yang memiliki kepribadian yang kreatif umumnya memiliki latar
belakang berupa pengalaman hidup yang ‘menantang’. Situasi yang
menantang merupakan stimulasi bagi seseorang untuk mengeluarkan
seoptimal mungkin kemampuan kreatif yang dimilikinya dalam banyak hal.
Bisa dalam hal kemampuan musik, tari, lukis, acting, olahraga, otomotif,
rekayasa gedung, pidato, lobi politik, mengelola organisasi, maupun
kemampuan – kemampuan lain.
Faktor eksternal disamping bersifat menantang juga memberikan
dukungan positif. Beberapa orang mampu sukses hidup karena adanya faktor
pengaruh dukungan soaial. Misalnya sikap positif dan respek dari
masyarakat serta bentuk – bentuk apresiasi terhadap perilaku individu.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan bagian dari lingkungan
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini,
telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari
asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan
demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat
banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan
kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan),
sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
- E. Pendidikan Sebagai Sistem
- Pengertian Sistem
Istilah sistem sering disamaartikan dengan kata sistim. Kata sistim
dalam pengertian awam memiliki makna: cara, kiat, metode, strategi,
taktik, dan siasat. Kata sistem ini berasal dari bahasa Yunani vang
artinya berdiri bersama (standtogether), Sistem adalah sekumpulan benda
yang memiliki hubungan di antara mereka (A system is a collection of
things which have relationships among them). Sistem adalah suatu
kelompok unsur yang saling berinteraksi, saling terkait atau
ketergantungan satu sama lain yang membentuk satu keseluruhan yang
kompleks (A group of interacting, interrelated or interdependent
elements forming a complex whole). Dari pengertian-pengertian tersebut
maka memunculkan kata keseluruhan (wholeness), kesatuan (unity), dan
keterkaitan (correlated). Menurut Aristoteles. “The whole is more than
the sum of its parts” yang artinya adalah bahwa keseluruhan itu tidak
sekedar penjumlahan dari bagian-bagiannya. Sistem dalam terminologi para
ahli memiliki makna yang berbeda. Beberapa ahli memaknakan sistem,
dengan kesatuan yang lengkap dan bulat (Sutari Imam Barnadib, 1995).
Menurut Roger A. Kaufman (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi
Siswoyo, 1995) adalah jumlah keseluruhan dari bagian – bagian yang
bekerja secara independen dan bekerja bersama- sama untuk mencapai hasil
yang dikehendaki berdasarkan atas beberapa kebutuhan. Sebagian besar
ahli mendefinisikan sistem sebagai rangkaian hubungan keseluruhan
antarkomponen yang saling terkait dan terikat satu sama lain secara
dinamis, sinergis, dan harmonis untuk mencapai tujuan.
Dari beberapa pendapat tentang makna sistem di atas, akhirnya kita
dapat memperoleh beberapa poin penting. Beberapa poin penting tentang
sistem tersebut sebagai berikut.
- Bahwa sistem memiliki bagian atau komponen, yang sering disebut dengan istilah sub-sistem.
- Ada interaksi antarkomponen atau sub-sistem yang menjadi bagian dari sistem.
- Mekanisme interaksi antarkomponen sistem sebaiknya bersifat dinamis, sinergis, dan harmonis.
- Keberadaan sistem tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh.
- Adanya tujuan atau fungsi yang ingin dicapai oleh sistem.
- Sistem Penyelenggaraan Pendidikan
Sistem penyelenggaraan pendidikan atau lebih singkatnya sistem
pendidikan dalam perspektif makro merupakan satu kesatuan
organis-dinamis antarbidang kehidupan dalam suatu sistem kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan sistem pendidikan dalam
perspektif mikro merupakan suatu rangkaian kesatuan hubungan
organis-dimanis antarunsur pendidikan dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Dwi Siswoyo (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi
Siswoyo, 1995) menegaskan bahwa proses pendidikan terjadi apabila ada
interaksi antarkomponen pendidikan yang terjalin secara sistemik.
Komponen pendidikan itu adalah tujuan pendidikan, pendidik, peserta
didik, isi atau materi pendidikan, alat dan metode, serta lingkungan
Pendidikan. Namun paling tidak dalam proses pendidikan yang terjadi
dalam keseharian, ada tiga komponen sentral yang saling berinteraksi
yaitu tujuan pendidikan, pendidik, dan peserta didik. Berikut ini
digambarkan saling hubungan antarkomponen dalam proses pendidikan (Dirto
Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) sebagai berikut.
Interaksi antar komponen pendidikan
Dalam kenyataan dewasa ini, pendidikan sebagai suatu sistem
menghadapi banyak tantangan akibat adanya perubahan sosial-budaya yang
dipicu oleh kemajuan teknologi. Menurut Dwi Siswoyo (Dirto).
Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) setiap bangsa atau
masyarakat yang ingin mempertahankan serta mengembangkan eksistensinya,
hendaknya selalu berupaya untuk menjadikan sistem pendidikan yang
dimilikinya lebih dinamis dan responsif terhadap berbagai perubahan
serta kecenderungan yang sedang berlangsung. Kegagalan dalam
mengembangkan sistem pendidikannya akan mengakibatkan terperangkapnya
sistem pendidikan ke dalam kegiatan “rutinisme” sehingga kegiatan
pendidikan menjadi kegiatan yang steril dari pengaruh perubahan zaman.
Hal ini berakibat pada munculnya keterbelakangan pendidikan yang pada
gilirannya menyebabkan keterbelakangan bangsa.