Rabu, 24 April 2013

06.Organisasi Profesi


Kerja sama di bidang kebahasaan dan kesastraan dengan pihak lain, dilaksanakan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dalam usaha pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra.


1. HISKI (Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia)
    Berkedudukan di Jakarta, dengan pengurus komisariat HISKI di tingkat instansi dan/atau kota serta dewan penyantun. Sekretariat Pengurus Hiski Pusat beralamat di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud, Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur. Organisasi ini didirikan pada tanggal 17 November 1984 di Tugu, Puncak, Jawa Barat. Organisasi ini adalah organisasi profesi yang terbuka dan mandiri.
    Tujuan organisasi ini adalah sebagai berikut.
      a.    membina dan mengembangkan gagasan dan kreativitas anggotanya di bidang   kesusastraan,
      b.    menyebarluaskan hasil-hasil kegiatannya demi kemajuan pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan, serta
      c.    meningkatkan apresiasi kesusastraan di kalangan masyarakat.
2. HPI (Himpunan Penerjemah Indonesia)
    Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) adalah organisasi profesi bagi penerjemah dan juru bahasa di Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1974 dan merupakan anggota Federasi Penerjemah Internasional FIT/IFT (Fédération Internationale des Traducteurs / International Federation of Translators).
    Visi HPI: Meningkatkan mutu penerjemah, penerjemahan, dan terjemahan.
    Misi HPI:
          1. Membantu para penerjemah meningkatkan kemampuan profesional mereka.
          2. Menjaga agar para anggotanya menghormati Kode Etik Penerjemah.
          3. Membantu masyarakat agar memperoleh pelayanan profesional yang bermutu dalam bidang penerjemahan.
3. MANASA (Masyarakat Pernaskahan Nusantara)
    Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASA), didirikan pada 5 Juli 1996 oleh sejumlah sarjana filologi dan peminat kajian naskah Nusantara di Fakultas Ilmu Budaya, saat itu Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.
    Misi dan tujuan Manassa adalah:
(1) menyalurkan aspirasi dan kegiatan dalam bidang pengajaran, penelitian, konservasi, serta kegiatan lain yang berkaitan dengan dunia pernaskahan;
(2) menghimpun peminat dan pecinta naskah-naskah Nusantara;
(3) membina, mengembangkan, dan meningkatkan pengajaran, penelitian, serta publikasi naskah-naskah Nusantara demi mengungkapkan kekayaan budaya bangsa;
(4) mengembangkan pendekatan dan metode kajian naskah Nusantara;
(5) mengungkapkan dan mengkaji kandungan isi naskah dan menyebarluaskan hasilnya guna memberikan sumbangan bagi pembentukan kebudayaan dan jati diri bangsa.
    Di Indonesia, Manassa sesungguhnya telah menjelma menjadi sebuah organisasi profesi yang paling terdepan dalam mengawal tetap terjaganya eksistensi warisan budaya dalam bentuk naskah-naskah tulisan tangan. Melalui cabang-cabangnya yang tersebar di hampir setiap propinsi di Indonesia, Manassa sering menggelar berbagai aktivitas berkaitan dengan dunia pernaskahan Nusantara.
    Potensi riset para aktivis dan peneliti Manassa juga sesungguhnya sangat strategis, karena bersentuhan langsung dengan sumber-sumber lokal yang jenuin berupa manuskrip-manuskrip tulisan tangan, dan mencakup berbagai aspek kehidupan: sosial, politik, agama, budaya, adat istiadat, dan lain-lain. Jelas, bahwa sumber-sumber lokal ini sangat patut dijadikan sebagai sumber primer penulisan sejarah lokal Nusantara. Masalahnya, potensi ini belum benar-benar secara maksimal diberdayakan.
    Dalam beberapa hal, Manassa, melalui beragam aktivitasnya, dapat dianggap sebagai semacam lembaga advokasi yang berusaha menumbuhkan kesadaran masyarakat atas pentingnya melakukan restorasi, preservasi, dan penelitian atas naskah-naskah Nusantara. Semakin tingginya minat penelitian naskah Nusantara di sejumlah perguruan tinggi juga tak lepas dari advokasi Manassa.
    Seiring dengan perkembangan teknologi, kini Manassa tengah berusaha menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan program digitalisasi naskah-naskah Nusantara, untuk melestarikan teks-teks naskah tersebut dalam bentuk digital.
4. MLI (Masyarakat Linguistik Indonesia)
    Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) didirikan pada tanggal 15 November 1975 di Cimbeuleuit (Bandung). Berdirinya MLI diprakarsai oleh: Prof. Dr. Soenjono Dardjowidjojo, Prof. Anton Moeliono, Prof. Yus Rusiana, dan Dr. Sudaryanto. Dengan pengurus pertama yang terdiri atas Ketua Samsuri, Wakil Ketua Anton M. Moeliono, Sekretaris Gorys Keraf, dan bendahara Soepomo Poedjosoedarmo.
Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) merupakan organisasi profesi yang tujuannya adalah untuk mengembangkan studi ilmiah mengenai bahasa. MLI mendorong semua anggota untuk aktif meneliti dan mempublikasikan hasil penelitian. MLI saat ini telah memiliki cabang di seluruh Indonesia. Syarat untuk  pendirian cabang di daerah minimal berjumlah 8 orang yang terdiri atas ketua, sekretaris, dan bendahara.
MLI mengadakan Kongres Linguistik nasional (KLN) setiap 2 tahun sekali selama 3 hari. Dalam kongres tersebut juga dilakukan Munas untuk pemilihan ketua untuk periode selanjutnya.
Pada tahun 2009 di Malang, Kongres Linguistik Nasional (KLN) beubah menjadi Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI).
KIMLI I dilaksanakan di Malang pada tahun 2009 dan terpilih Yassir nasanius, PhD. sebagai ketua.
KIMLI II dilaksanakan di Bandung pada tahun 2011 dan terpilih Faizah Sari, PhD. sebagai ketua.
KIMLI III yang sedianya akan dilaksanakan di Unila Lampung pada tahun 2013 diundur pelaksanaannya pada 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar