Selasa, 30 April 2013

Hubungan timbal balik pendidikan

  1. A.  Peserta didik dan Pendidik
Pada hakikatnya aktivitas pendidikan selalu berlangsung dengan melibatkan pihak-pihak sebagai aktor penting yang ada di dalam aktivitas pendidikan tersebut. Aktor penting itu oleh Noeng Muhadjir (1994) disebut sebagai subjek yang menerima di satu pihak dan subjek yang memberI di pihak yang lain dalam suatu interaksi pendidikan. Subjek yang memberi disebut pendidik, sedang subjek yang menerima disebut peserta didik
  1. 1.   Peserta didik
  2. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok peserta didik umumnya merupakan sosok anak yang mernbutuhkan bantuan orang lain untuk bisa tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan. la adalah sosok yang selalu mengalami perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan – perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari Imam Bamadib, 1995). Istilah peserta didik pada pendidikan formal di sekolah jenjang dasar dan menengah misalnya, dikenal dengan nama anak didik atau siswa; pendidikan di pondok pesantren menyebut peserta didik dengan istilah santri, dan pendidikan di dalam keluarga disebut dengan istilah anak. Namun pendidikan pada lembaga nonformal tertentu seperti kelompok belajar paket C atau lembaga kursus, peserta didik bisa terdiri dari para orang tua.
Menurut Sutari Imam Bamadib (1995) peserta didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Sebagai anak, peserta didik masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri, dan serba kekurangan dibanding orang dewasa; namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan.
Peserta didik adalah memiliki motivasi, hasrat, ambisi, ekspresi, cita- cita, mampu merasakan kesedihan, bisa senang dan bisa marah sehingga ia adalah persona.
Ciri peserta didik adalah:
  1. individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas.
  2. individu yang sedang berkembang.
  3. individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi,
  4. individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Keempatnya merupakan justifikasi indikasi keunikan peserta didik sebagai persona yang multidimensional Peserta didik memiliki dimensi individualitas, sosialitas, religiusitas, historisitas, dan moralitas. Pada diri peserta didik terdapat kodrat yang meliputi kedudukan kodrat, susunan kodrat, dan sifat kodrat. Pada aspek jiwa terdapat aneka kecerdasan yang disebut kecerdasan ganda (multiple intelligences), yaitu: verbal intelligences, musical in­telligences, spatial intelligences, kinesthetical intelligences, logi­cal-mathematical intelligences, social intelligences, intraper­sonal intelligences. Sebagai manusia yang memiliki potensi kodrati, peserta didik memungkinkan untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok makhluk yang sempurna (a fully functioning person). Banyak teori yang menjelaskan proses dan pentahapan pertumbuhan dan perkembangan pada diri peserta didik. Setiap tahap merupakan masa peka (sensitiveperiods) terhadap kebutuhan tertentu yang membutuhkan perlakuan tepat.
Perkem­bangan peserta didik berlangsung melalui tahap-tahap, yaitu: 1). masa permulaan; 2). masa penanjakan sampai kira-kira umur 25 tahun; 3). masa puncak masa hidup, pada umur 25 sampai 50 tahun; 4). masa penurunan dan menarik diri dari kehidupan masyarakat; dan terakhir 5). masa akhir kehidupan. Untuk itu, terdapat lima asas perkembangan pada diri peserta didik: 1). tubuh anak selalu berkembang, 2). anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, 3). anak membutuhkan pertolongan dan perlindungan serta membutuhkan pendidikan untuk kesejahteraan, 4). anak mempunyai daya berekspresi, 5). anak mempunyai dorongan untuk mencapai emansipasi dengan orang lain.
Ada banyak teori dari para ahli yang menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik, yaitu: faham nativisme (faham yang menitikberatkan pada faktor genotype), empirisme (faham yang berorientasi pada lingkungan, dikenal dengan nama teori tabula rasa), naturalisme (faham penentu perkembangan adalah alam), interaksionisme ( faham convergency yang menggabungkan faktor pembawaan in pengalaman). Setiap diri peserta didik memiliki bakat dan minat. Bakat merupakan suatu kelebihan yang dimiliki oleh peserta didik yang mengarah pada aneka kemampuan. Bakat meliputi kemampuan: numerik, mekanik, berpikir abstrak, relasi ruang, dan verbal. Sedangkan minat adalah keinginan yang berasal dari dalam diri peserta didik terhadap objek atau aktivitas tertentu. Minat seseorang secara vokasional berupa minat: profesional, minat komersial, dan minat kegiatan fisik. Kepemilikan bakat dan minat sangat berpengaruh pada prestasi hasil belajar peserta didik. Ada tiga kelompok ciri keberbakatan, yaitu: (a) kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability); (b) kreativitas (creativity) yang tergolong tinggi; dan (c) komitmen terhadap tugas {task commitment) yang tergolong tinggi. Ciri- ciri peserta didik berbakat adalah: (1) indikator intelektual, (2) indikator kreativitas, (3) indikator motivasi.
  1. 2.   Pendidik
Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. (Sutari Iman Barnadib, 1994). Pendapat ahli lain mengatakan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik (Umar Tirtarahardja dan La Sulo 1994). Pendidik adalah orang yang dengan sengaja membantu orang lain untuk mencapai kedewasaan (Langeveld). Penyebutan nama pendidik di beberapa tempat memiliki sebutan yang berbeda. Pendidik di lingkungan keluarga adalah orang tua dari anak-anak yang biasanya menyebut dengan sebutan ayah-ibu atau papa-mama. Pada lingkungan pesantren biasanya disebut dengan sebutan ustadz, kyai, romo kyai. Pada lingkungan pendidikan di masyarakat penyebutan pendidik dengan istilah tutor, fasilitator, atau instruktur. Pada lingkungan sekolah biasanya disebut dengan guru. Guru adalah pendidik yang berada di lingkungan sekolah. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebut guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Seseorang yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai Kriteria yang diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik kalau yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti dengan criteria yang ditetapkan.
Dalam hal ini, Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995), syarat pendidik: 1). mempunyai perasaan terpanggil sebagai tugas suci, 2). mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik, 3). mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya. Noeng Muhadjir (1997): 1). memiliki pengetahuan lebih, 2). mengimplisitkan nilai dalam pengetahuan itu, 3). bersedia menularkan pengetahuan beserta nilainya kepada orang lain. Menurut para ahli, kompetensi yang harus dimiliki guru: 1). kompetensi professional, 2). kompetensi personal, 3). kompetensi sosial. Menurut UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru: 1). kompetensi pedagogik, 2). kompetensi kepribadian, 3). kompetensi sosial, dan 4). kompetensi professional.
Pendidik memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajaran.
Hakikat tugas guru berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa. Bila guru melakukan kesalahan maka dampaknya walaupun tidak secara langsung akan terasa tidak kurang gawatnya dibandingkan dengan dampak negatif dari kesalahan medis yang dilakukan oleh dokter.
Praktik mendidik yang salah dilakukan guru disebut “mal-education” atau “demagogie”. Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan tugas guru:
  1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
  2. meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan;
  3.  bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik;
  4. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik guru, nilai-nilai agama dan etika,
  5. memelihara dan memupuk persatuan kesatuan bangsa.
Prinsip profesionalisme guru:
  1. Bahwa profesi guru merupakan profesi yang berdasarkan bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme;
  2. Menuntut komitmen tinggi terhadap peningkatan mutu pendidikan, iman taqwa dan akhlak mulia;
  3. Adanya kualifikasi akademik dan latarbelakang pendidikan yang relevan;
  4. Memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya di sekolah;
  5. Menuntut tanggungjawab tinggi atas tugas profesinya demi kemajuan bangsa. Organisasi profesi guru di Indonesia antara lain PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), SGI (Serikat Guru Indo­nesia), PGII (Persatuan Guru Independen Indonesia).
Organisasi profesi berfungsi:
  1. mempersatukan seluruh kekuatan guru dalam satu wadah;
  2. mengupayakan satu kesatuan langkah dan tindakan;
  3. melindungi kepentingan para anggotanya;
  4. melakukan pengawasan terhadap kemampuan para anggotanya serta memotivasi para anggotanya untuk mengembangkan kemampuan profesionalnya;
  5. menyusun dan melaksanakan program-program peningkatan kemampuan profesi-onal para anggotanya;
  6. melengkapi upaya pembinaan anggota melalui pengelolaan penerbitan jurnal dan bacaan lainnya untuk peningkatan kemampuan profesional;
  7. melakukan tindakan sanksi terhadap anggotanya yang melanggar kode etik;
  8. melibatkan diri dalam uji kompetensi untuk menentukan bisa tidaknya guru dinyatakan profesional dan layak menjadi guru di sekolah.
Kode etik guru:
  1. Berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila;
  2. Memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing;
  3. Mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik;
  4. Menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik baiknya bagi kepentingan anak didik;
  5. Memelihara hubungan baik dengan anggota masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan;
  6. Secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesionalnya;
  7.  Menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam keseluruhan;
  8. Secara bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya;
  9. Melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
  1. B.   Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan ialah seperangkat sasaran ke mana pendidikan itu diarahkan. Sasaran yang ingin dicapai melalui pendidikan memiliki ruang lingkup sama dengan fungsi pendidikan. Wujud tujuan pendidikan dapat berupa pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Sehingga tujuan pendidikan bisa dimaknakan sebagai suatu sistem nilai yang disepakati kebenaran dan kepentingannya yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan, baik di jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Tujuan pendidikan menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan, ‘Pendidikan nasional berupaya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnyapotensipeserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung ja wab’.
Dalam kegiatan pendidikan, tujuan memiliki kedudukan dan fungsi yang amat penting. Fungsi tujuan pendidikan adalah mengarahkan, memberikan orientasi, dan memberikan pedom­an ke arah mana pendidikan diselenggarakan sebaik-baiknya. Beberapa ahli merumuskan tujuan pendidikan, antara lain Crow and Crow bahwa tujuan pendidikan mendorong anak didik untuk berfikir secara efektif, jernih, dan objektif di dalam suasana yang bagaimana pun. MJ. Langeveld menyebut tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia dewasa. Socrates menyebut tujuan pendidikan adalah mengenali dirinya sendiri supaya dapat hidup dengan jiwa yang sehat, susila, dan bahagia. Plato, tujuan pendidikan adalah mencapai keadilan di dalam negara dengan pimpinan seorarig raja yang bijaksana. Kohnstamm, tujuan pendidikan adalah menolong manusia yang sedang berkembang, supaya ia dapat memperoleh perdamaian batin yang sedalam-dalamnya, tanpa menjadi beban orang lain. John Dewey, tujuan pendidikan adalah usaha atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan lain yang lebih tinggi. Ki Hadjar Dewantara, tujuan pendidikan adalah tercapainya kesempurnaan hidup pada anak didik. Notonagoro, tujuan umum pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan sempurna vakni dicapainya kepuasan sepuas-puasnya yang tidal: menimbulkan keinginan lagi dan bersifat kekal abadi.
Bangsa Indonesia telah beberapa kali berusaha memperbaiki upaya penyelenggaraan pendidikan melalui perumusan tujuan pendidikan nasional. Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang telah dimiliki, mulai dari Undang- undang nomor 4 tahun 1950 sampai pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Dengan mencermati beberapa rumusan I ujuan pendidikan nasional dapat diperoleh beberapa catatan. Pertama, pada umumnya tujuan pendidikan nasional dirumuskan secara idealis. Kedua, beberapa kali rumusan tujuan pendidikan, selalu muncul indikasi sosok manusia yang susila atau berbudi pekerti luhur, cakap atau terampil, dan bertanggung jawab adalah ciri-ciri sosok manusia Indonesia yang dicita-citakan ingin diwujudkan dalam. Ketiga, rumusan tujuan pendidikan disusun seiring dengan hasil idealisasi kebutuhan masyarakat ketika rumusan dibuat.
Tujuan pendidikan pra-sekolah adalah membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Tujuan pendidikan dasar adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Tujuan pendidikan menengah:
  1. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan. perkembangan iptek;
  2.  meningkatkan kemampuan sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan sekitarnya.
Tujuan pendidikan tinggi adalah:
  1. menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemahiran  akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkar. ngembangkan dan/atau menciptakan iptek;
  2. mengembangkan dan menyebarluaskan ipteks serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehk – masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional
  1. C.  Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi pencapaian tujuan pendidikan tertentu (Sumitro, dkk, 2004). Alat pendidikan bisa berupa situasi yang diciptakan dan perlakuan yang sudah dirancang ditujukan kepada peserta didik sehingga bisa mendorong terwujudnya proses pendidikan yang efektif menuju pada tercapainya tujuan pendidikan. Alat pendidikan berkaitan dengan tindakan atau perbuatan pendidik. Oleh karena itu, alat pendidikan bisa diartikan sebagai suatu situasi yang diciptakan dan perlakuan yang sudah dirancang oleh pendidik yang ditujukan kepada peserta didik agar bisa mendorong terwujudnya efektivitas proses pendidikan menuju tercapainya tujuan pendidikan.
Dari segi bentuknya, alat pendidikan dibedakan dua macam (Sumitro, dkk, 2004).
  1. Perbuatan pendidik, yakni alat pendidikan yang berupa perlakuan pendidik kepada peserta didik, sehingga tergolong sebagai piranti lunak (software)). Alat ini dibedakan menjadi dua yaitu: mengarahkan (directing)dan mencegah (prevent­ing). Contoh mengarahkan: memberi teladan, membimbing, memberi nasihat, menyuruh, memuji, dan memberi hadiah. Sedangkan contoh mencegah: melarang, menegur, mengancam, dan memberi hukuman.
  2. Benda-benda sebagai alat bantu pendidikan, sehingga merupakan piranti keras (hardware). Contoh alat pendidikan berupa benda-benda adalah: buku, gambar, alat permainan, alat peraga, alat laboratorium, meja kursi, papan tulis, OHP, LCD, computer, dan lain-lain.
Dari segi sifatnya, alat pendidikan juga dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) preventif dan (b) kuratif. Alat yang bersifat preventifyaixu alat yang bermaksud mencegah terjadinya hal- hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan, bahkan juga hukuman. Sedangkan alat yang bersifat kuratif yaitu. yang bermaksud memperbaiki misalnya ajakan, contoh, nasihat, dorongan, pemberian kepercayaan, termasuk juga saran.
  1. D.  Lingkungan Pendidikan
  2. 1.   Pengertian Lingkungan Pendidikan
Lingkungan secara umum diartikan sebagai kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidupa lainnya. Lingkungan dibedakan menajdi lingkungan alam hayati, lingkungan alam non hayati, lingkungan buatan dan lingkungan sosial. Sebagai contoh saat berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan- hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi, papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, menurut T.Sulistyono (1994) prinsip ekologis memberikan bahan pemikiran agar kita memberikan kesempatan supaya satuan pendidikan dapat hidup subur secara seimbang meliputi semua komponennya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan optimal. Secara umum, lingkungan yang berpengaruh kuat terhadap pendidikan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : (1) lingkungan fisik atau alam sekitar, (2)lingkungan sosio-kultural,(3)lingkungan sosio-ekonomi, dan (4) lingkungan teknologi dan informasi.
Untuk yang disebut pertama adalah berasal dari alam, sedang untuk kedua dan ketiga berasal dari manusia atau masyarakat, adapun yang disebut terakhir berasal dari teknologi dan informasi yang dibuat manusia. Sebenarnya ada lagi yaitu lingkungan lain yang berwujud ideologi, politik, dan hankam; namun ketiganya ini kurang berpengaruh secara langsung. Baik ideologi, politik, dan hankam hanyalah faktor pendukung tak langsung atau sebagai prekondisi dalam kegiatan proses pendidikan. Oleh karena itu, keempat hal di atas yaitu lingkungan fisik, sosio-kultural, sosio-ekonomi, serta teknologi dan informasi harus diperhatikan dan diperhitungkan oleh pendidik dalam menjalankan proses pendidikan.
Sedangkan lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbgai factor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan pendidikan sebagai berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan sosial.
  1. 2.   Jenis Lingkungan Pendidikan
a).  Jenis Lingkungan Pendidikan
Mengacu pada pengertian lingkungan pendidikan seperti tertulis diatas, maka lingkungan pendidikan dapat dibedakan atau dikategorikan menjadi 3 macam lingkungan yaitu (1) lingkungan pendidikan keluarga; (2) lingkungan pendidikan sekolah ; (3) lingkungan pendidikan masyarakat atau biasa disebut tripusat Oleh KI Hajar Dewantara lingkungan ketiga disebut sebagai perkumpulan pemuda.
Konsep tri pusat pendidikan istilah asal yang dicetuskan dari Ki Hajar Dewantara adalah “tri sentra pendidikan “ yang mengacu kepada lingkungan pergaulan yang menjadi pusat pendidikan bagi anak. Dalam konsep Ki Hajar Dewantara lingkungan pergaulan yang dimaksud adalah alam keluarga,alam pergaulan( sekolah ), dan alam pergerakan pemuda(masyarakat). Konsep tri pusat pendidikan sangat menekankan akan pentingnya keterpaduan dan kebersamaan ketiga lingkungan pendidikan sebagai satu kesatuan sistem pendidikan yang memberikan pengalaman pendidikan kepada anak atau peserta didik. Upaya pendidikan tidak cukup hanya disandarkan kepada sikap atau tenaga pendidik, akan tetapi juga harus disertai suasana atau atmosfir yang sesuai dengan tujuan pendidikan( Sunaryo Kartadinata dan Nyoman Dantes, 1997).
Lingkungan Pendidikan Keluarga
Keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan yang utama yang dialami oleh anak. Sejak adanya kemanusiaan sampai sekarang ini kehidupan keluarga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti setiap manusia. Pendidikan dalam lingkungan keluarga muncul karena manusia memiliki naluri asli untuk memperoleh keturunan demi mempertahankan eksistensinya. Oleh karenanya manusia akan selalu mendidik keturunannya dengan sebaik – baiknya menyangkut aspek jasmani maupun rohani. Setiap manusia mempunyai dasar kecakapan dan keinginan untuk mendidik anak – anaknya, sehingga hakekat keluarga itu adalah semata – mata pusat pendidikan, meskipun terkadang berlangsung secara amat sederhana dan tanpa disadari, tetapi jelas bahwa keluarga memiliki andil yang terlibat dalam pendidikan anak.
Mulai dari pendidikan kesosialan yang diperoleh di dalam keluarga, nantinya anak bisa hidup baik di masyarakat. Kemampuan dan kemauan hidup secara bersama, saling membantu, tolong – menolong, gotong – royong, menjaga saudara yang sakit, menjaga ketertiban, kesehatan, kedamaian dan kebersihan, dan segala urusan hidup secara bersama dalam masyarakat.
Kepentingan keluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya disebabkan adanya kesempatan yang sebaik – baiknya untuk menyelenggarakan pendidikan diri dan social, akan tetapi juga karena orang tua (ibu dan ayah) dapat menanamkan segala jenis kehidupan batiniah di dalam jiwa anak yang sesuai dengan kehidupan batiniah dirinya. Inilah hak orang tua yang utama dan tidak boleh digantikan oleh orang lain. Apabila system pendidikan dapat memasukkan alam keluarga ke dalamnya, maka orang tua terbawa oleh segala keadaan pendidikan sehingga ia akan berperan sebagai guru, sebagai pengajar, dan sebagai teladan.
Melalui pendidikan keluarga anak bukan saja diharapkan memiliki pribadi yang mantap, mandiri dalam menjalani hidup dan kehidupannya, namun juga dia diharapkan akan mampu menjadi warga masyarakat yang baik. Melalui pendidikan keluarga anak disiapkan menjadi sosok manudsia yang nantinya akan bisa hidup di masyarakat secara baik. Sehingga dalam hal ini pendidikan keluarga bisa dikatakan sebagai ‘kawah Candra dimuka’ sebagai persiapan anak untuk kehidupan di masyarakat.
Oleh karena begitu pentingnya pendidikan keluarga serta begitu begitu pokoknya kehidupan keluarga bagi anak, maka keluarga dapat dikatakan memiliki banyak fungsi yang dirasakan oleh anak. Diantaranya adalah fungsi proteksi,rekreasi, inisiasi, sosialisasi  dan edukasi. Fungsi proteksi dalam arti anak di dalam keluarga selalu mendapat perlindungan, perawatan, serta selalu dijaga dari gangguan keamanan yang mengancam keselamatan jiwa dan raganya. Fungsi rekreasi dalam arti anak di dalam keluarga merrasa damai, tentram, gembira bersama dengan anggota keluarga lainnya sehingga kehidupan keluarga menjadi sarana hiburan bagi anak. Fungsi inisiasi dalam arti anak diperkenalkan dengan sejumlah nama – nama benda, binatang, orang yang ada disekitarnya. Diperkenalkan dengan sejumlah famili, para tentangga, dan anggota masyarakat lain. Fungsi sosialisasi dalam arti anak diwarisi nilai – nilai, norma, kebiasaan, dan adat – istiadat yang dimiliki keluarga dan masyarakat. Sedangkan fungsi edukasi dalam arti anak diberi pengalaman belajar untuk bisa berkembang seluruh daya dan potensinya sehingga nantinya akan menjadi sosok manusia yang berkepribadian utuh.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik. Pendidikan keluarga disebut pendidikan utama karena di dalam lingkungan ini segenap potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Bahkan ada beberapa potensi yang telah berkembang dalam pendidikan keluarga. Melalui pendidikan keluarga anak buka saja diharapkan memiliki pribadi yang mantap, mandiri dalam menjalani hidup dan kehidupannya, namun juga dia diharapkan akan mampu menjadi warga masyarakat yang baik. Melalui pendidikan keluarga anak disiapkan menjadi sosok manusia yang nantinya akan bisa hidup di masyarakat secara baik.
Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi:
  • Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan anaknya.
  • Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak.
  • Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.
Pendidikan berfungsi:
  • Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.
  • Menjamin kehidupan emosional anak.
Keluarga Menanamkan dasar pendidikan moral.
  • Memberikan dasar pendidikan sosial.
  • Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
Lingkungan Pendidikan Sekolah.
Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sekolah telah mencapai posisi yang sangat sentral dan belantara pendidikan keluarga. Hal ini karena pendidikan telah berimbas pola piker ekonomi yaitu efektivitas dan efesiensi dan hal ini telah menjadi semacam ideology dalam proses pendidikan di sekolah.
Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi:
  • Tanggung jawab formal kelembagaan
  • Tanggung jawab keilmuan
  • Tanggung jawab fungsional
Fungsi Sekolah antara lain:
  • Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan budi pekerti yang baik.
  • Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di rumah.
  • Sekolah melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis, berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain yang sifatnya mengembangkan kecerdasan dan pengetahuan.
  • Di sekolah diberikan pelajaran etika , keagamaan , estetika , membedakan moral.
  • Memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan kepada generasi muda, dalam hal ini tentunya anak didik.
Lingkungan Pendidikan Masyarakat
Selain kehidupan keluarga dan sekolah, anak juga mengalami kehidupan di masyarakat. Kehidupan dalam masyarakat adalah kehidupan yang berbeda dengan kehidupan keluarga dan sekolah. Dalam keluarga anak selalu mendapat bimbingan, arahan, pengawasan, dan kasih sayang. Pada kehidupan sekolah anak memperoleh bimbingan yang teratur, pendidikan disiplin, pembentukan watak dan kecerdasan. Tetapi kehidupan di masyarakat adalah kehidupan yang amat luas cakupannya. Aneka karakter manusia, aneka situasi social, aneka wilayah, aneka informasi semuanya hampir terbentang luas baik positif atau negative, baik atau buruk, saleh atau jahat. Tentu lingkungan masyarakat yang baik adalah yang dapat mendorong anak untuk bisa maju menjadi anak yang baik. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang para warga di dalamnya mau belajar untuk semakin menjadi lebih baik. Masyarakat yang mau tetap terus balajar demi menjadi lebih baik adalah masyarakat pembelajar (learning society).
Learning society adalah masyarakat yang selalu suka belajar atau masyarakat pembelajar. Proses menjadikan masyarakat sebagai masyarakat pembelajar bisa dicapai melalui berbagai cara termasuk di dalamnya adalah melalui pendidikan formal (persekolahan bagi warganya). Beberapa Negara berusaha menjadikan masyarakatnya menjadi masyarakat belajar dengan melakukan upaya alternative seperti program pendidikan untuk semua anggota masyarakat (education for all), mengimplementasikan konsep pendidikan sepanjang hayat (lifelong education), learning society, learning communities. Masyarakat pembelajar (learning society) menggambarkan masyarakat yang memiliki budaya baca, menulis, dan bertanya, serta bermoral. Budaya yang demikian menunjukkan bahwa masyarakat itu memiliki karakter  bangsa dan terdidik. Masyarakat yang demikian akan menghasilkan moral and etick (Frida Hanum 2005). Lingkungan kehidupan masyarakat yang baik dapat mendorong anak untuk berkembang pribadi kreativitasnya.
Bila masyarakat menilai tinggi kreativitas dan membiarkan anak – anak mengembangkan ekspresi positifnya, maka akan mendorong tumbuhnya kreativitas. Tindakan kreatif adalah tindakan yang menghasilkan sesuatu yang baru (novelty), efektif (effectiveness), dan dapat diterima secara etis (ethicality),(Cropley 2001).
Nilai kretivitas dan perilaku kreatif yang dihargai dan dijalankan oleh sebagian besar warga masyarakat tersebut pada gilirannya menjaddi iklim yang dapat mempengaruhi nilai – nilai dan tindakan kreatif individu, yang dalam jangka panjang akan membentuk kepribadian kreatifnya. Namun demikian, kepribadian kreatif yang dipengaruhi dan dibentuk oleh iklim masyaraktnya itu sebenarnya tidaklah bersifat given, tetapi melalui proses yang pelan – pelan dan interaktif. Proses perkembangan kepribadian kreatif berjalan melalui interaksi antara kemampuan diri individu dengan pengaruh dan tantangan eksternal. Masing – masing memiliki irama dalam mengoptimalkan kemampuan diri dan merespon lingkungan.
Orang yang memiliki kepribadian yang kreatif umumnya memiliki latar belakang berupa pengalaman hidup yang ‘menantang’. Situasi yang menantang merupakan stimulasi bagi seseorang untuk mengeluarkan seoptimal mungkin kemampuan kreatif yang dimilikinya dalam banyak hal. Bisa dalam hal kemampuan musik, tari, lukis, acting, olahraga, otomotif, rekayasa gedung, pidato, lobi politik, mengelola organisasi, maupun kemampuan – kemampuan lain.
Faktor eksternal disamping bersifat menantang juga memberikan dukungan positif. Beberapa orang mampu sukses hidup karena adanya faktor pengaruh dukungan soaial. Misalnya sikap positif dan respek dari masyarakat serta bentuk – bentuk apresiasi terhadap perilaku individu.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan bagian dari lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
  1. E.   Pendidikan Sebagai Sistem
    1. Pengertian Sistem
Istilah sistem sering disamaartikan dengan kata sistim. Kata  sistim dalam pengertian awam memiliki makna: cara, kiat, metode, strategi, taktik, dan siasat. Kata sistem ini berasal dari bahasa Yunani vang artinya berdiri bersama (standtogether), Sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka (A system is a collection of things which have relationships among them). Sistem adalah suatu kelompok unsur yang saling berinteraksi, saling terkait atau ketergantungan satu sama lain yang membentuk satu keseluruhan yang kompleks (A group of inter­acting, interrelated or interdependent elements forming a com­plex whole). Dari pengertian-pengertian tersebut maka memunculkan kata keseluruhan (wholeness), kesatuan (unity), dan keterkaitan (correlated). Menurut Aristoteles. “The whole is more than the sum of its parts” yang artinya adalah bahwa keseluruhan itu tidak sekedar penjumlahan dari bagian-bagiannya. Sistem dalam terminologi para ahli memiliki makna yang berbeda. Beberapa ahli memaknakan sistem, dengan kesatuan yang lengkap dan bulat (Sutari Imam Barnadib, 1995). Menurut Roger A. Kaufman (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) adalah jumlah keseluruhan dari bagian – bagian yang bekerja secara independen dan bekerja bersama- sama untuk mencapai hasil yang dikehendaki berdasarkan atas beberapa kebutuhan. Sebagian besar ahli mendefinisikan sistem sebagai rangkaian hubungan keseluruhan antarkomponen yang saling terkait dan terikat satu sama lain secara dinamis, sinergis, dan harmonis untuk mencapai tujuan.
Dari beberapa pendapat tentang makna sistem di atas, akhirnya kita dapat memperoleh beberapa poin penting. Beberapa poin penting tentang sistem tersebut sebagai berikut.
  1. Bahwa sistem memiliki bagian atau komponen, yang sering disebut dengan istilah sub-sistem.
  2. Ada interaksi antarkomponen atau sub-sistem yang menjadi bagian dari sistem.
  3. Mekanisme interaksi antarkomponen sistem sebaiknya bersifat dinamis, sinergis, dan harmonis.
  4. Keberadaan sistem tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh.
  5. Adanya tujuan atau fungsi yang ingin dicapai oleh sistem.
  1. Sistem Penyelenggaraan Pendidikan
Sistem penyelenggaraan pendidikan atau lebih singkatnya sistem pendidikan dalam perspektif makro merupakan satu kesatuan organis-dinamis antarbidang kehidupan dalam suatu sistem kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan sistem pendidikan dalam perspektif mikro merupakan suatu rangkaian kesatuan hubungan organis-dimanis antarunsur pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dwi Siswoyo (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) menegaskan bahwa proses pendidikan terjadi apabila ada interaksi antarkomponen pendidikan yang terjalin secara sistemik. Komponen pendidikan itu adalah tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, isi atau materi pendidikan, alat dan metode, serta lingkungan Pendidikan. Namun paling tidak dalam proses pendidikan yang terjadi dalam keseharian, ada tiga komponen sentral yang saling berinteraksi yaitu tujuan pendidikan, pendidik, dan peserta didik. Berikut ini digambarkan saling hubungan antarkomponen dalam proses pendidikan (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) sebagai berikut.
Interaksi antar komponen pendidikan
Dalam kenyataan dewasa ini, pendidikan sebagai suatu sistem menghadapi banyak tantangan akibat adanya perubahan sosial-budaya yang dipicu oleh kemajuan teknologi. Menurut Dwi Siswoyo (Dirto). Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo, 1995) setiap bangsa atau masyarakat yang ingin mempertahankan serta mengembangkan eksistensinya, hendaknya selalu berupaya untuk menjadikan sistem pendidikan yang dimilikinya lebih dinamis dan responsif terhadap berbagai perubahan serta kecenderungan yang sedang berlangsung. Kegagalan dalam mengembangkan sistem pendidikannya akan mengakibatkan terperangkapnya sistem pendidikan ke dalam kegiatan “rutinisme” sehingga kegiatan pendidikan menjadi kegiatan yang steril dari pengaruh perubahan zaman. Hal ini berakibat pada munculnya keterbelakangan pendidikan yang pada gilirannya menyebabkan keterbelakangan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar